Sabtu, 06 September 2008
Puasa Pertama (Mbok Ijah sang diktator)

Bulan Ramadhan sudah di depan mata, seperti tahun-tahun sebelumnya Tata, Vivin dan mbok Ijah akan menjalankannya bersama-sama. Tata tidak pulang kampung karena sehabis lebaran nanti kelompok teaternya akan manggung, alhasil selama bulan puasa dia harus tetap ke kampus untuk kuliah dan latihan teater. Sementara Vivin juga memilih untuk tidak pulang kampung dengan alasan setia kawan. Dan mbok Ijah juga tidak pulang kampung karena dilarang oleh Tata dan Vivin.

Ya ... bisa kebayang dong, bagaimana hidup mereka jika mbok Ijah meninggalkan mereka ke kampung, apalagi mau bulan puasa. Bisa-bisa puasa mereka kacau berantakan. Gak lagi bulan puasa aja tingkah mereka suka tidak beres.

“Iya deh ... iya, si Mbok gak pulang kampung, tapi neng Tata sama neng Vivin kalau dibangunin sahur jangan pada susah ya, dan kalau buka puasa harus di kost-an , si Mbok gak mau buka puasa sendirian.” mbok Ijah memberikan syarat kepada duet imoet dengan gayanya yang sok minta dimanja sambil melilit-lilitkan ujung kebayanya.

“Ok Mbok,” jawab Tata dan Vivin serentak, dengan mengangkat tangannya yang membentuk lingkaran dari jempol dan jari telunjuknya. Mereka tak mau kalah genit dengan Mbok Ijah.

****

Besok seluruh umat islam dimana pun berada akan menjalankan ibadah puasa, begitu juga Tata, Vivin dan mbok Ijah. Sepulangnya dari taraweh di Masjid, mereka bertiga asik membahas menu sahur untuk hari pertama puasa di ruang tengah.

“Mbok, besok pagi kita sahur pakai semur daging saja.” pinta Vivin pada mbok Ijah. Semenjak pacaran dengan mas Andi, Vivin mulai menyukai menu yang bernama semur, mulai dari semur daging, semur tahu, bahkan semur jengkol. Tapi ada satu yang gak mau dicoba yaitu semur ngengkol becak. capek..capek deh..!

“Bikin capcay kikil aja Mbok, lebih gampang.” Sahut Tata tak mau kalah dengan Vivin. Capcay kikil adalah makanan kesukaan Tata. Karena setiap memasuki hari pertama puasa, menu ini sudah menjadi menu andalan keluarganya di kampung. Dan meskipun tahun ini dia menjalankan sahur pertama di kost-an, menu ini harus tetap ada.

“Ini harus, wajib hukumnya. gak boleh enggak. Mbok” dengan sedikit memaksa, Tata menyerahkan resep capcay kikil andalan keluarganya pada mbok ijah.

“Gak bisa Ta, semur aja dulu nanti buka puasa baru capjay sikilmu itu…!” paksa Vivin.

“Enak aja capjay sikil.. sikilmu itu..! kikil Vin, bukan sikil!” bantah Tata setengah sewot. Terjadilah perang mulut diantara keduanya. Untunglah tidak sampai pukul-pukulan seperti geng nero yang pernah diberitakan di tipi.

Mbok Ijah yang menyaksikan sampai pusing sendiri dengan ulah mereka. mbok Ijah hanya diam sambil memperhatikan Tata dan Vivin. Kedua belah mata mbok Ijah bolak-balik ke arah Tata, lalu kemudian ke arah Vivin. Lalu mbok Ijah menutup kedua telinganya karena suara Tata dan Vivin yang super nyaring dan cempreng sudah memenuhi kost-an.

“Diaaaamm .... !!!” teriak mbok Ijah sambil mengangkat tinggi kain kebayanya, saking gemesnya.

“Neng Tata, Neng Vivin. Jangan maksa-maksa si Mbok dong, kan saya jadi bingung. Yang satu minta semur, satunya minta capcay. Sahur kali ini kita makan pake menu si mbok aja, gak boleh pada ngebantah, klo dibantah nanti si Mbok mau pulang kampung aja!” mbok Ijah segera masuk ke dalam kamarnya, sementara Tata dan Vivin melongo melihat reaksi mbok Ijah. Maklum saja mereka berdua kaget karena setahu mereka Mbok Ijah termasuk makhluk paling sabar di kost-an itu. Kertas berisi resep masakan milik mereka berhamburan gara-gara teriakan mbok Ijah tadi.

“Nurut aja deh Ta, daripada si Mbok pulang kampung,” bisik Vivin yang mulai sadar kalau sudah terlalu memaksakan kehendaknya.

“Ho oh, terserah mbok Ijah aja deh.” Tatapun pasrah sambil mengatur irama jantungnya yang tak karuan.

****

Jam 01.25 mbok Ijah sudah asik di dapur kost-an, tangan keriputnya sibuk mengolah menu sahur pagi itu. Telur balado dan tumis kangkung, hanya dua jenis makanan itu yang akan di suguhkan mbok Ijah.

Jam di dinding sudah menunjukan pukul 03.30, masakan mbok Ijah sudah siap untuk disantap, teh manis hangat dan susu sudah siap di meja makan, kerupuk kesukaan Tata juga sudah turut meramaikan meja makan.

“Neng Tata bangun! Ayooo sahuur..” mbok Ijah berkali-kali mengetuk kamar Tata, tapi tidak juga ada sahutan dari dalam kamar.

“Neng Vivin, bangun Neng, sahur yuk, susunya sudah si mbok buatkan.” Berkali-kali mbok Ijah mengetuk pintu kamar Vivin, namun setali tiga uang dengan Tata, Vivin juga tidak menyahuti panggilan mbok Ijah.

Mbok Ijah mulai merasa geram dengan Tata dan Vivin, yang sejak dari kandungan memang paling susah untuk dibangunkan(itu pengakuan dari mereka berdua.) Apalagi musim puasa begini, bisa lebih susah lagi. Kata mereka sih di kelopak matanya ketika tidur selalu menghasilkan lem alteko. Ada-ada saja alasan yang mereka lontarkan kalo dituduh tidur seperti kebo.

“Neng Tata ... Neng Vivin ... banguuuuunnn !!! kalau gak pada bangun si Mbok mau pulang kampung aja !!!” mbok Ijah mulai teriak-teriak di depan kamar Tata dan Vivin, seperti orang kesurupuan. Dan spontan saja kedua gadis imoet segara lompat dari kasur.

“Iya Mbok ... iyaa ...” mendengar kalimat pulang kampung, Tata dan Vivin langsung berjingkat dari tempat tidur. Keduanya segera mengambil posisi bersiap di depan pintu kamar masing-masing dengan mata yang masih separuh terbuka.

“Neng... cuci muka dulu deh..!” intonasi suara mbok Ijah melembut, kasian juga melihat dua perempuan imut itu seperti vampire bangun tidur. Bedanya kalau vampire di ujung bibirnya menetes darah, kalau tata dan vivin dengan air liur yang kental dan basah. Hiiiyaiyy jijayy banget deh.

“Siap Mbok….!” Ucap mereka serentak. Dengan tergesa-gesa Vivin dan Tata berlomba-lomba untuk masuk ke kamar mandi. Mbok Ijah hanya mesam-mesem melihat tingkah mereka.

“Heheheh ... dasar anak gadis yang aneh,” bisik mbok Ijah.

Setelah mencuci muka, mereka lantas duduk manis tanpa protes, Tata dan Vivin menyantap menu sahur pertama mereka. Sambil sesekali berceloteh kecil bersama mbok Ijah yang semakin setia dengan mereka.

“Mbok, nanti aku dibangunkan jam sebelas ya. Aku mau ke kampus.” Tata menitip pesan pada mbok Ijah karena besok adalah hari pertamanya latihan teater. Kelompok teaternya dapat job untuk manggung di acara pentas seni setelah lebaran nanti. Dan karna ini latihan pertama, pasti casting pemain, telat sedikit saja bisa-bisa perannya bisa diambil orang lain.

“Iya, jam sebelas ya,” mbok Ijah mengulang perkataan Tata

“Neng Vivin, gak ada acara toh besok?” tanya mbok Ijah, yang memang sudah mengerti dengan kesibukan duet imoet.

“Ada Mbok, tapi nanti Mas Andi yang bangunin katanya besok dia mau telpon,” Ya ... ini lah salah satu keunikan dari Vivin, dia paling susah di bangunkan oleh siapapun, kecuali oleh pacarnya. Baru berdering sekali panggilan mas Andi, spontan saja dia langsung terbangun “kontak batin” katanya.

“Yo wis, baguslah. Beban si mbok jadi berkurang. hehhehe..” mbok Ijah beranjak dari meja makan ke ruang televisi, mbok Ijah hobi menonton acara humor yang tayang sebelum datang waktu imsak.

Sementara Tata dan Vivin merapikan meja makan dan membersihkan piring-piring bekas makan mereka. Nah ini juga salah satu keanehkan duet imoet, meski mereka adalah majikan mbok Ijah, dan mereka yang menggaji mbok Ijah, namun mereka tidak segan-segan untuk membantu pekerjaan rumah. (eh salah dink, yang menggaji Mbok Ijah itu si Pak Toto, pemilik kost-an)

*****

Kost-an masih sepi, Vivin dan Tata masih asik mendengkur di dalam kamar mereka. Padahal sudah hampir jam sebelas siang, mbok Ijah sudah berulang kali mencoba membangunkan Tata, tetapi bukannya bangun malah semakin rapat dengan selimut dan boneka kesayangnya.

“Neng Tata.. bangun udah siang nih..! gak kuliah? Katanya mau latihan teater?”

“Akh Mbok Ijah ... diem deh, ini juga lagi latihan teater. Grok.. grok... ssssssssssssstttttt” Tata menggeliat kecil lalu meringkuk semakin dalam di selimut bergambar snoopynya. Mbok Ijah kembali gemas dengan rutinitasnya yang satu ini, membangunkan gadis-gadis yang kalau tidur sudah seperti orang mati.

“Neng Tata banguuun, sudah hampir jam sebelas iniiii ... Neng bangun dong Neng, aduh si eneng. Ah cape deh, ya wis kalau ndak mau bangun juga biar si Mbok tinggal pulang kampung saja deh.” suara mbok Ijah kembali teriak.

“Jangan Mbok ... jangan, iya ini aku bangun.” Tata segera keluar dari kamar sambil membawa handuk ungunya. Sementara mbok Ijah tertawa kecil, dan tidak lama Vivin pun terbangun lantaran mendengar teriakan mbok Ijah.

Hari cukup cerah dan sayang untuk dilewati, setelah rapih dan memanaskan motornya, Tata bersiap untuk berangkat ke kampus. Vivinpun dengan pakaian serba biru, sudah duduk manis di teras sambil menunggu mas Andi datang menjemput.

“Neng Tata ... Neng Vivin, nanti pada buka puasa di kost-an kan ?”

“Insyaallah, Mbok.” jawab mereka

“Ndak bisa insyaallah, pokoke harus buka puasa di kost-an. Kalau endak, nanti si Mbok tinggal pulang kampung” lagi lagi mbok Ijah menggunakan kata saktinya untuk melumpuhkan duet imoet.

“Iya Mbok…..!! Siaaaapppp….” Teriak mereka serempak.

Mbok Ijah sepertinya habis ikut latian kemiliteran, sedikit-sedikit mengeluarkan gertakan. Bagaimana kisah Tata dan Vivin selanjutnya di bawah tekanan Mbok Ijah yang sudah seperti diktator? Semoga di bulan ramadhan kali ini mereka berdua eh bertiga, mendapatkan hidayah dan barokah. Amiennn *lho kok?

Label:

 
posted by Duet Imoet at 08.08 | Permalink | 0 comments