Jumat, 29 Juni 2007
Kedatangan Si Inong
Stasiun Gambir hari ini tak seperti biasanya. Penuh sesak manusia yang entah hanya ingin bepergian ke luar kota karena urusan pekerjaan atau hanya sekedar ingin berlibur untuk melepas lelah. Yah...namanya juga long weekend, besok hari jumat tanggal merah, ditambah sabtu dan minggu juga.


“Gus, ati-ati di jalan yah! nanti kalau sudah sampai Semarang hubungin gue! Terus, jangan lupa, gw tunggu oleh-olehnya kalau lu udah balik lagi ke Jakarta.”


Agus cuek saja mendengar ocehan Vivin di sebelahnya. dan tetap mencari-cari keberadaan walkman kesayangannya sambil terus mengobrak-abrik isi tas ranselnya.


“Agus!! gue kan lagi ngomong sama lu!”


“Apaan sih Vin ?? Iye dah, gw bawain ntar. Kalau urusan gue kelar. Yang penting sekarang tuh nyari walkman dulu sebelum keretanya dateng. Itu juga kalau gue inget sih!”


Agus tetap sibuk mencari walkman kesayangannya sebelum keretanya benar-benar datang, tanpa memperdulikan Vivin yang mulutnya semakin manyun tak terkendali.


“Gus!!”


“Ya elah nih cewek! ribet banget sih ngurusin oleh-oleh. Iye, ntar gue bawain deh dari sono. Segala oleh-oleh aja dipusingin. Walkman dulu nih! Walkman!!”


Agus masih terus sibuk mencari walkmannya. Mengobrak-abrik isi tasnya, mengeluarkan baju, singlet sampai boxer miliknya bahkan celana dalamnyapun ikut tertarik keluar olehnya.


“Gusss!!”


“Duh ...! Kalau ga inget lu sodara, dah gw pites lo Vin ! Diem dulu kenapa sih! Gas..Gus..Gas..Gus mulu dari tadi.”


“Gussss!!”


“Nah, ni dia ketemu.” Agus mengacungkan walkmannya layaknya pejuang 45 yang baru saja mengalahkan kompeni Belanda tanpa ampun. Merdeka!!!


“Eh dodol!!Liat tuh kreta lo dah dateng.”


“Weks.... kenapa gak bilang dari tadi sih!” Agus segera membereskan tasnya, memasukkan baju-baju dan segala perbekalannya dan tak lupa mencium kening Vivin , yang merupakan adik satu-satunya lalu kemudian berlari mengejar kereta yang sudah mulai berjalan perlahan-lahan.


“Dari tadi gue panggilin malah marah-marah mulu sih! Syukurin lu! Heheh ... melihat kakaku berlari seperti ini jadi teringat di pilem-pilem jaman dulu. Pacar ketinggalan kereta”.


Vivin ikut-ikutan lari medampingi Agus. Takut kalau si Agus kakak satu-satunya hilang begitu saja ketarik kereta api yang berjalan perlahan.


“Diem lu Vin !” Agus berhasil masuk setelah berlari bersusah payah mengejar kereta yang walaupun sudah diteriakin, tetap saja gak mau berhenti.


“Ati-ati ya Gus! Jangan lupa telpon gue kalau dah nyampe.” Vivin berteriak sambil melambaikan tangannya.


***


Vivin mulai gelisah. Menunggu bus yang tak kunjung datang. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri sambil terus berharap bis itu segera datang detik ini juga dan bisa segera melepas penat di pulau kapuk permai alias kasur.


Keringat mulai jatuh membasahi kening. Vivin mengusapnya dengan tangan, dan mengipas-kipaskan leher dengan tangannya, hanya sedikit angin yang terasa. Vivin menoleh ke arah kanannya. Melihat sosok wanita yang dari tadi sibuk dengan koper kecilnya, merapikan baju hijaunya dan berulang kali memasukkan rambut kecil yang keluar dari balik kerudungnya. Wanita berkerudung itu memang terlihat manis, keren, dan trendi tapi agak sedikt maksa, itu semua terlihat dari perpaduan warna pakaian yg di kenakannya.


“Mbak..mbak..Ini bener bus Busway ya? Yang turunnya di Blok M itu?” Wanita itu bertanya ke Vivin, seolah-olah memperjelas bus yang akan ia naiki agar tidak nyasar di Jakarta yang kejam ini.


“Ini bus Trans Jakarta mbak, bukan busway.” Vivin memperjelas nama bus tersebut yang sebenarnya memang bukan busway. Karena busway sesungguhnya adalah jalan khusus agar bus trans Jakarta ini bisa melaju tanpa ada hambatan apapun kecuali lampu merah.


“Waduh, bukan ya mbak?Waduh..piye iki?lha kalo’ naik busway darimana mbak??”


“Duh, gmana ya njelasinnya. Jadi begini loh mba Busway itu tempat khusus untuk bis trans Jakarta mbak. Gitu..” Vivin mencoba menjelaskan perbedaan busway dan trans Jakarta yang memang serupa tapi tak sama.


“Lho..lho..saya dikasih taunya itu naik busway mbak ke Blok M dari gambir. Bukan naik trans Jakarta. Waduh, saya ndak jadi deh naik ini! Nanti malah ndak nyampe blok m.” Wanita itu segera mengurungkan niatnya dan mengangkat koper kecil di samping kakinya.


“Tunggu mbak..Duh..bukan gitu mbak! Gmana ya ngejelasinnya.” Vivin menggaruk kepalanya yang ga gatal sambil terus mencari jawaban yang tepat. Dan..tink!! Vivin melanjutkan pembicaraan.


“Ya..ya mbak..ini sama aja kok! Busway ama trans Jakarta itu sama. Mbak bisa naik ini sampai Blok M.” Vivin menyerah. Mengakhiri pembicara yang kalau diteruskan tidak akan berujung dengan penyelesaian yang pas. Pas mengatakan kalau busway dan trans Jakarta itu sama. Satu sodara, satu ilmu dan satu bapak! Lho kok?!


“Wah..... mbaknya ini ndak konsisten. Tadi bilang bus ini trans Jakarta, sekarang bilang ini busway. Waduh..ternyata orang Jakarta itu ndak punya pendirian. Ckk..ckk..”


Vivin hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan memasang muka bingung ke arahnya.


***


Vivin melangkahkan kakinya masuk ke dalam bis Trans Jakarta. Melihat kanan kiri, mencoba mencari-cari bangku kosong sekedar untuk meletakkan pantatnya agar tidak benar-benar bulukan sampai di kos-kos an.


“Permisi bu.”


Perempuan paruh baya itu hanya tersenyum ke arah Vivin dan menggeser sedikit duduknya. Kemudian Vivin duduk di sampingnya persis. Perempuan yang cantik, manis dan anggun.


“Mbak..mbak...opo iku mbak??Waduh! Apik banget! Kinclong banget emas e mbak!Waduh..waduh!!”


Vivin mencari letak suara yang medok dan sempat memekakkan telinganya. Suara yang tak asing. Suara yang sama yang pernah Vivin dengar di halte. Yah.... kira-kira 5 menit yang lalu. Dan tuing ...!! Orang itu tepat berada di kiri Vivin. Benar, suara itu keluar dari wanita yang sama, wanita berkerudung itu lagi.


“Mbak..mbak..opo to iku mbak??Itu lho mbak!” Wanita itu menunjuk ke arah ujung tugu monas yang memang terlihat indah dari kejauhan apalagi kalau malam mulai larut.


Vivin menghela napas. Kenapa dia harus duduk bersebelahan dengan orang yang sudah bikin dia bingung di tengah-tengah panasnya kota Jakarta ini. Ugh!


“Itu monas mbak..ujungnya itu memang emas asli. 24 karat. mangkanya keliatan kinclong.”


“Waduh..waduh...24 karat??Ndak pernah ada yang nyolong apa mbak tuh emas. Jakarta hebat yah. Emas asli sebesar itu.”


Vivin mulai sebal. Ingin rasanya tidak menjawab pertanyaan wanita itu. Karena sekarang semua pasang mata yang ada di bus tertuju ke arah Vivin dan wanita itu.


“Ya kan ada candid camera mbak..ada yang njaga gitu.” Vivin menjawab sekenanya aja. Sambil terus mencari bangku lain yang kosong agar Vivin ga harus bersebelahan dengan wanita ini lagi. Bukan apa-apa sih! Vivin sudah pusing tadi, ditambah panasnya Jakarta yang sama sekali tidak bersahabat dan sekarang harus duduk di samping orang yang banyak tanya. Bisa-bisa otak Vivin benar-benar keluar dari tempat yang semestinya.


“Wo..wo..bagus banget e' mbak..apik poll!!Ck..ck..” Wanita itu masih terus menikmati dan terheran-heran dengan segala hal di sudut Jakarta. Sedangkan Vivin memutuskan berpura-pura memejamkan mata, berharap agar wanita itu ga lagi banyak tanya.


***


Siang yang begitu cerah. Cerah karena matahari benar-benar mengeluarkan segala kemampuannya untuk menyinari Jakarta. Suara kendaraan bermotor juga menambah semarak atau justru menambah bisingnya siang yang penuh dengan penderitaan bagi Vivin.


Vivin pulang dengan keadaan semrawut. Hari ini ia memang tidak kuliah, sengaja meliburkan diri supaya bisa mengantar Agus, kakak satu-satunya. Wajah Vivin terlihat sangat menyedihkan. Rambutnya acak-acakan, muka dekil dan baju lusuh. Jadi inget gembel, hehehe...


“Taaaa..”


Tata menoleh ke sumber suara yang setiap hari selalu ia dengar.


“Vin, knapa? Kesetrum apa kesambet? Knapa muka kamu ancur begini?”


“Iya nih! Argggghhh...!!”Vivin makin mengacak-acak rambutnya, hingga berbentuk mouhak. Dan kali ini, lebih mirip sama orang gila daripada model rambut artis ibukota. Tapi tetap saja wajah cantiknya tak akan bisa hilang.


“Duh Vin, tuh rambut banyak kutu apa sampe dijambak-jambakin begitu? Knapa sih?! Minum dulu gih!”. Tata mulai meledek “enak aja lu Ta, gue gak kutuan lagi, cuma kecoa banyak di rambut gue”.


“Tengkyu Ta, tapi beneran, sumpah deh tu cewek bikin gue senewen aja ! srupuuttt...Ah...seger juga Ta, es teh nya. Bikinin lagi dunk!” ku sodorkan gelas yang kosong ke Tata.


“Kutu kupret! Yang itu dah diabisin, sekarang minta dibikinin.” Tata berdiri dan menuju ke dapur. Membuatkan es teh lagi untuk sahabatnya yang kalau permintaannya ga diturutin, dia bisa gantung diri di pohon cabe.


“Ta, gw sebel banget nih! Argggh!!!Buruan donk es tehnya.”


“Iya Vin... udah minta galak lagi sih! Knapa sih? Ketemu setan tadi?” Tata datang sambil menyodorkan es teh manis buatannya.


“Bukan sekedar setan! gw ketemu orang yang banyak nanya banget. Dah gitu berisiknya ampun-ampunan Ta! Mirip banget sama lo!”


“Eh sundel kowe Vin, Enak aja aku dibilang berisik. Yah...walaupun emang iya sih! hehehe..Emang orangnya kaya’ apa Vin?”


“Duh..pokoknya yah...dia itu.....”


Ting Tong!! Ting Tong! Bel rumah berbunyi. Vivin tak melanjutkan pembicaraannya dengan Tata.


“Vin buka gih pintunya!” Tata menggerakkan kepalanya tanda memerintah Vivin agar mau membukakan pintu.


“Ogah ah! gw capek. Lo aja! gw kan masih sebel nih!” Vivin menolak dan terus menghabiskan es teh manis
buatan Tata tanpa sisa setetes pun.


“Ya...Buka bareng aja yuk Vin..biar adil, gimana?”


“Ya elah.... segala buka pintu aja diributin Ta...ya udah! ayok dah!” Vivin berdiri sambil menarik tangan Tata.


Kriekkk...pintu di buka. Dibalik kayu tua yang masih kokoh berdiri itu muncul sosok wanita yang manis, keren dan trendi namum kolotnya minta ampun


“Inong!!”


“Tata!!”


Mereka berdua berpelukan. Melepas rindu yang lama terbendung waktu. Hanya Vivin yang bengong di samping mereka berdua. Wanita berkerudung itu lagi pikir Vivin. Wanita yang sempat membuat ia malu di dalam bis. Ugh!


Next.........??


cerpen ini, sekuel pertama ditulis oleh Ima_29

22Mei2007

Label: ,

 
posted by Duet Imoet at 20.46 | Permalink |


0 Comments: